PASAL PENCEMARAN NAMA BAIK DAN JUGA BERITA BOHONG DIHAPUS

Rechtify News / Article
Author : Raisya Tantri

Apr  15, 2024 10:05 AM

Gambar 1 : Haris Azhar hadir dan mendengarkan sidang putusan dalam perkara Nomor 78/PUU-XXI/2023, di ruang sidang pleno MK (Kamis 21/3). Foto humas MK/Teguh

Gugatan dari Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti dkk, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon yang diajukan tetapi hanya sebagian.

Sebelum itu Haris, Fatia, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia melakukan uji materi terhadap pasal 27 (3), 45 (3) UU 19/2016 UU ITE, pasal 14 dan 15 UU 1/1946 tentang peraturan hukum pidana dan pasal 310 (1) KUHP. 

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan pada pasal 310 KUHP itu konstitusional bersyarat, dan untuk pasal 14 dan pasal 15 UU 1 Tahun 1946 bertentangan dengan UUD 1945.

“Menyatakan pasal 14 dan pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(ketua MK Suhartoyo dalam persidangan) Menurut penjelasan hukum yang disampaikan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa rumusan norma dalam pasal 14 dan pasal 15 UU 1/1946 terlalu luas dan ambigu sehingga dapat di interprestasikan dengan beragam cara, hal ini dianggap bertentangan dengan pasal 28D ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan hak hak seperti pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara.

Oleh karena itu, argumen yang diajukan oleh para pemohon terkait inkonsititusionalitas norma pasal 14 dan pasal 15 UU 1/1946 dianggap beralasan menurut hukum. 

Setelah meneliti isi dari ketentuan pasal 433 UU 1/2023 (KUHP Baru), Mahkamah menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara norma yang terdapat dalam pasal 310 ayat 1 KUHP dengan norma pasal 433 UU 1/2023. Hal ini terutama terkait dengan penegasan bahwa pelaku melakukan pencemaran dengan cara “dengan lisan” yang ada dalam pasal 433 UU 1/2023 namun tidak diatur dalam pasal 310 ayat 1 KUHP.

Meskipun mahkamah tidak berniat menilai konstitusionalitas pasal 433 UU 1/2023 yang baru akan berlaku tiga tahun setelah diundangkan (2 Januari 2026), penekanan mengenai unsur “dengan lisan” dalam pasal 433 UU 1/2023 dapat diterapkan untuk memberikan kejelasan hukum dalam penerapan pasal 310 ayat 1 KUHP.

Oleh karena itu, norma pasal 310 ayat 1 KUHP dapat memberikan kejelasan hukum dan memastikan keseteraan yang dapat mengurangi kemungkinan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi terhadap subjek hukum atas ketentutan pasal 310 ayat 1 KUHP, sehingga dalam praktiknya tidak akan menimbulkan kerancuan. 

Berikut pasal 14 dan 15 UU 1/1946 yang dinyatakan MK bertentangan dengan UUD 1945 :

Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946
  1. "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun".
  2. "Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun"
Pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946
  1. "Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun".

Pencemaran Nama Baik

Saat ini reputasi tidak hanya menyangkut bagaimana seseorang dilihat dalam masyarakat tetapi juga memiliki dampak luas lainnya. Contohnya, reputasi yang buruk dapat merusak kondisi ekonomi seseorang, karena bisa jadi penyebab runtuhnya bisnis; dalam konteks pekerjaan, reputasi buruk dapat menyebabkan seseorang dianggap tidak cocok untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu; dan dalam hal karier, reputasi buruk dapat mengakibatkan seseorang kehilangan pekerjaanya.

Tindak pidana pencemaran nama baik merupakan kejahatan hukum yang hingga saat ini perlu diperhatikan lagi secara khusus. Kasus pencemaran nama baik yang berkembang dalam masyarakat yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan informasi elektronik. Semakin berkembang teknologi informasi, semakin ada dorongan untuk perbuatan melawan hukum dalam masyarakat terutama pencemaran nama baik.

Merujuk pada pasal 310 ayat 1 KUHP, pasal pencemaran nama baik aalah perbuatan dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal dengan maksud agar hal tersebut diketahui oleh umum, dan pelakunya diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan denda Rp 4,5 juta.

Sementara itu, dalam KUHP yang diperbaharui, pasal pencemaran diatur dalam pasal 433 UU 1/2023 yang menerangkan bahwa setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II Rp 10 juta. 

Keabsahan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana pencemaran nama baik.

Pembuktian dalam kasus pencemaran nama baik yang melibatkan teknologi informasi, seperti penyebaran informasi melalui media sosial atau digital yang sering menghadapi tantangan tertentu terkait keabsahan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat bukti.

Karena dalam sistem hukum Indonesia, seperti yang diatur dalam KUHAP, terdapat ketentuan spesifik mengenai apa saja yang dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah. 

Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik UU ITE, yang telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2016 menyediakan kerangka hukum terkait penggunaan dan keabsahan informasi elektronik. dalam konteks hukum, dokumen elektronik dapat dianggap sah jika memenuhi beberapa kriteria berikut :

  1. Integritas data, informasi atau elektronik harus utuh dan tidak termodifikasi sejak waktu pertama kali dibuat, dikirim, atau pun diterima.
  2. Autentikasi, identitas pengirim dan penerima harus dapat diverifikasi untuk memastikan keaslian dokumen tersebut.
  3. Aksesibilitas, dokumen harus mudah diakses untuk periode yang ditentukan untuk keperluan inspeksi, verifikasi dan pemulihan.
Referensi:
  • Utami Argawati (20 Maret 2024), “MK kabulkan permohonan haris azhar-fatih, hapus larangan sebarkan hoaks. Diakses pada 14 April 2024, dari https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=20152
  • Abdul Aziz M. (22 Maret 2024). Ini alasan MK hapus pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Diakses pada 14 April 2024, dari https://www.jawapos.com/kasuistika/014471711/ini-alasan-mk-hapus-pasal-pencemar an-nama-baik-dan-berita-bohong
  • Siti Yona Hukmana. (22 Maret 2024). MK hapus pasal hoaks dan pencemaran nama baik, ini kata polri. Diakses pada 14 April 2024, dari https://mediaindonesia.com/megapolitan/660618/mk-hapus-pasal-hoaks-dan-pencema ran-nama-baik-ini-kata-polri
  • Steffani Dina. (7 November 2017). Cara cerdas mencegah penyebaran hoaks di medsos. Diakses pada 13 April 2024, dari https://www.kominfo.go.id/content/detail/11347/cara-cerdas-mencegah-penyebaran-h oaks-di-medsos/0/sorotan_media
  • (15 Agustus 2023), Pasal Pencemaran Nama Baik dan Bentuk-bentuknya. Diakses pada 13 April 2024, dari https://www.hukumonline.com/berita/a/pencemaran-nama-baik-lt61d5bd4447cf3/?pa

About Us


Rechtify is an intuitive legal education platform designed to simplify complex legal concepts. Whether you're a student, legal professional, or someone interested in understanding legal principles, Rechtify provides clear explanations and engaging learning experiences.

© Copyright 2025 Rechtify - All Rights Reserved

HTML Website Creator